PMII OKU Timur Ingatkan Bawaslu Tegas Terhadap APK dan ASN yang Melanggar Aturan

KABAROKUTIMUR, BELITANG – PMII OKU Timur mengingatkan kepada jajaran Bawaslu kabupaten OKU Timur agar tidak ragu untuk menertibkan Alat Peraga Kampanye (APK) peserta pemilu yang melanggar aturan sebelum waktu kampanye tiba. Serta PMII OKU Timur juga menegaskan bahwa Bawaslu OKU Timur harus bertindak terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ikut berpolitik.

Hal ini dìsampaikan oleh Koordinator Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik PC PMII OKU Timur Ayu Purnamasari, Senin (02/10/2023).

“Copot APK itu bukan pekerjaan yang sia-sia. Itu sebagai salah satu simbol penegakkan hukum yang dìlakukan Bawaslu,” ujarnya kepada awak media.

Dìkatakan Ayu, tindakan yang dìlakukan Bawaslu sebagai pengingat kepada peserta pemilu untuk menaati aturan yang berlaku.

Salah satunya Peraturan Bawaslu Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu.

“Peserta pemilu sebagai calon negarawan jangan masang APK di tempat terlarang dan berbau ajakan untuk memilih. Padahal saat ini belum di sahkanya DCT, tempat membahayakan dan merusak lingkungan. Karena itu melanggar aturan,” tegasnya.

Penertiban APK juga tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 33 tahun 2008 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3). Perbup 64 Tahun 2018 tentang Tata Cara Izin Penyelenggaraan Reklame.

“Lalu dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum,” jelasnya.

Sementara, Ketua PC PMII OKU Timur Ahmad Samsul Muir menyampaikan, bahwa demi menjaga marwah Demokrasi PMII OKU Timur menegaskan kepada Bawaslu Kabupaten OKU Timur untuk bersikap tegas menjadi pengawas Pemilu tanpa tutup mata.

Maka dìharapkan Bawaslu Kabupaten OKU Timur agar dapat menindak lanjuti terkait ASN yang ikut andil dalam kegiatan kampanye politik. Karena ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral. 

“Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas. Dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu,” ujarnya.

Kemudian, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal soal netralitas ASN. Lalu, dalam UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah. Terdapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71.

Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.

Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.

“Ketiga UU tersebut mengatur norma bahwa ASN harus netral. Tidak perlu bingung lagi, tiga undang-undang bicara soal ASN harus netral. Apa yang boleh dan tidak boleh, juga ada dalan SKB lima lembaga,” tegasnya.