Warga Lintas Agama di Desa Karang Manik OKU Timur, Gelar Doa Bersama Sambut 1 Muharram 1447 Hijriah

KABAROKUTIMUR, BELITANG II – Warga Desa Karang Manik di Kecamatan Belitang II menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah dengan cara unik yang penuh makna.

 

Mereka berkumpul dì setiap perempatan dusun untuk menggelar doa bersama lintas agama dan membawa nasi takir, hidangan khas yang dìsusun dari nasi dan lauk di atas daun pisang.

 

Tradisi ini tidak hanya dìlakukan umat Islam, tetapi juga dìikuti oleh umat Kristen, Hindu, dan Buddha yang tinggal di desa tersebut.

 

Mereka datang bersama keluarga, membawa nasi takir masing-masing, duduk melingkar, lalu memanjatkan doa sesuai kepercayaan masing-masing.

 

Kepala Desa Karang Manik, Widiono, menjelaskan bahwa kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan yang dìlakukan setiap malam 1 Muharram atau malam 1 Suro.

 

Dìmana yang membuatnya istimewa, menurutnya, adalah semangat kebersamaan yang terus terjaga meski masyarakat memiliki keyakinan yang berbeda.

 

“Kami percaya bahwa kebersamaan tidak membutuhkan kesamaan keyakinan. Yang penting saling menghormati dan menjaga,” ujar Widiono saat dìhubungi pada Jumat (27/06/2025).

 

Penduduknya Beragam Agama

 

Desa Karang Manik dihuni oleh 2.013 jiwa dengan komposisi penduduk beragam. Dìmana 71,2 persen memeluk agama Islam.

 

Lalu 21,5 persen Hindu, 5,4 persen Kristen, dan 1,9 persen Buddha.

 

Masyarakat tersebar di empat dusun, dan setiap dusun turut serta dalam kegiatan yang berlangsung dengan tertib dan khidmat.

 

Widiono menyebut, tradisi nasi takir tidak hanya mempererat hubungan spiritual, tetapi juga memperkuat hubungan sosial antarwarga.

 

“Kami duduk bersama, makan bersama, berdoa bersama. Ini bukan hanya ibadah, tapi cara kami menjaga Desa Karang Manik tetap damai dan bersatu,” tambahnya.

 

Contoh Toleransi Lintas Agama

 

Jarak Desa Karang Manik dari pusat Kecamatan Belitang II hanya 8 kilometer, sementara dari Ibu Kota Kabupaten OKU Timur sejauh 81 kilometer.

 

Meski berada cukup jauh dari pusat pemerintahan, desa ini menjadi contoh nyata.

 

Bagaimana toleransi antarumat beragama bisa tumbuh subur dari akar budaya lokal.

 

Kegiatan dìtutup dengan makan bersama nasi takir yang dibawa warga.

 

Tak ada yang membedakan siapa membawa apa atau dari agama mana.

 

Yang penting, semua menikmati momen itu bersama sebagai warga Karang Manik.